Ok

By continuing your visit to this site, you accept the use of cookies. These ensure the smooth running of our services. Learn more.

21 November 2007

Orang yang memiliki jiwa besar

Akhlaaqul kibar (orang yang memiliki jiwa yang besar), mereka itulah orang-orang yang berakhlak dengan akhlak yang tinggi, mereka meninggalkan akhlak-akhlak yang rendah serta perkara-perkara yang hina. Termasuk disini adalah semuanya, baik itu dari kalangan ulama, du'at dan kaum muslimin pada umumnya.


Yang dimaksud akhlaaqul kibar disini adalah orang yang berjiwa besar, bukan orang yang berjiwa kerdil yang jika dipuji dia senang dan apabila dicela dia marah, memutuskan hubungan dengan orang hanya karena tidak senang, tersinggung, hanya karena jengkel atau marah. Atau menjalin silaturahmi hanya karena senang dengan orang-orang tertentu kemudian memutuskan hubungan silatuhrahmi hanya karena tidak senang dengan orang tertentu dan karena sebab-sebab tertentu pula. Orang yang berakhlak kibar adalah orang yang tidak memusuhi hanya karena orang tersebut mengkritik atau mengejek dirinya.

Orang yang berakhlak kibar bukan pula berarti orang yang memiliki jabatan-jabatan yang tinggi. Dalam bahasa Arab ?????????? bisa berarti tua dan bisa berarti besar jabatannya. Jadi orang yang berjiwa besar adalah orang yang ketika menyikapi sesuatu untuk kepentingan yang besar, untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin, bukan untuk kepentingan dirinya. Orang-orang yang seperti inilah yang lebih pantas kita sebut-sebut dan kita sebarkan kisah-kisah mereka untuk menjadi pelajaran bagi kita.

Kita sangat perlu dengan materi seperti ini karena masalahnya yang begitu penting. Kita melihat berapa banyak khitbah yang dibatalkan, berapa banyak hubungan kecintaan yang dulunya terjalin berubah menjadi permusuhan, berapa banyak hubungan kerjasama dalam urusan duniawi maupun ukhrowi (dakwah) bubar hanya karena orang-orang yang berjiwa kerdil. Dia tidak rela apabila ada atau muncul kekurangan dari orang lain terhadap dirinya. Dan apabila hal itu terjadi, maka hubungan itu langsung putus, tidak lagi mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah diperoleh, tidak mengingat lagi kebersamaan yang pernah dijalin beberpa waktu yang lalu. Semua itu berubah menjadi permusuhan dan kebencian yang disebabkan adanya kesalahan dan kekurangan yang muncul dari orang lain terhadap dirinya. Kemudian dia menjadi orang yang mudah membenci, orang yang mudah mencela, orang yang berbuat hal-hal kurang pada dirinya. Semua perbuatan diukur dengan timbangan hawa nafsunya yang apabila menyenangkan dirinya, ia senangi dan apabila menjengkelkan, dia benci. Sikap seperti ini muncul karena ada orang-orang yang lebih memilih pada asal penciptaannya yaitu tanah. Manusia diciptakan dari dua unsur yaitu unsur tanah dan unsur ruh.

Kita tahu bahwa tanah berada dibawah. Orang-orang yang berjiwa kerdil mengukur segala sesuatu dengan hal-hal yang hina dan itu kembali ke asal penciptaanya yaitu tanah, dia berakhlak dengan akhlak yang rendah, akhlak yang hina.

Berbeda dengan orang-orang yang mulia, dia selalu mengukur sesuatu dengan hal-hal yang tinggi dan mulia. Itulah sifat yang kedua dari penciptaan manusia yaitu ruh.

Orang yang berjiwa besar adalah orang-orang yang selalu berusaha melepaskan ikatan-ikatan yang melingkupi jiwanya, tidak melihat semua dengan ukuran hawa nafsunya. Ketika dia bisa melewati ikatan-ikatan tersebut, maka dia masuk pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu orang yang bisa melepaskan semua keinginan hawa nafsunya. Dia bisa berhubungan dengan orang, siap menerima kesalahan, kekurangan, dan kelemahan yang muncul dari orang lain. Orang yang ingin mencapai derajat yang tinggi tidak mungkin dapat mencapainya tanpa jiwa seperti ini dan berakhlak sebagaimana telah disebutkan.

Ketika kita berbicara tentang tema ini, kita tidak membicarakannya untuk orang lain, melaikan pertama untuk diri saya pribadi dan kedua para hadirin semua. Artinya jangan sampai ketika kita membicarakan hal ini kita berpikir "ini untuk Si Fulan yang akhlaknya masih kurang, ini untuk Si Filan yang memang akhlaknya tidak seperti ini". Jangan kita bayangkan ketika kita berbicara tentang ini, pembicaraan ini ditujujukan pada orang-orang tertentu, tetapi yang perlu kita lakukan adalah menghadirkan diri kita, hati kita untuk memperhatikan materi ini.

Jadilah orang yang berfikir, orang yang hadir dengan hatinya dan kemudian datang untuk istifadah. Perbaharuilah hidupmu, dan tingkatkanlah akhlakmu, kemudian berubahlah. Kemudian pulang dari tempat ini dengan wajah yang berubah dengan suasana yang berubah dengan akhlak yang berubah.

Materi ini ditujukan kepada semua kalangan baik ulama, du'at, thulabul ilmi dan orang-orang yang punya jabatan, baik jabatan yang tinggi maupun rendah. Juga ditujukan kepada pra bapak, ibu kemudian para pendidik dan para pengajar serta orang awam pada umumnya dan ditujukan kepada semua yang ingin mencari kesempurnaan.

Mungkin ada diantara kita yang tidak rela disifati dengan sifat yang kerdil, hidup dalam cara berfikir yang sempit, degan hati yang sempit, dan dengan jiwa yang sempit juga. Semua orang sepakat bahwa materi kajian ini adalah sesuatu yang baik, suatu yang terpuji dan suatu yang mulia dan semua jiwa pasti merindukannya.

Seandainya dakwah Rasululloh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dakwahnya hanya bertujuan pada akhlak saja tentu orang-orang akan mengikuti dakwahnya. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahulloh, "Kalaulah dakwah ini hanya tertuju pada akhlak, sebagaimana Rasululloh shallallâhu ‘alaihi wa sallam kalau dakwahnya hanya tertuju pada akhlak, tanpa membahas kemusyrikan, tauhid, tentu orang-orang akan mengikuti dakwahnya".

Semuanya sepakat dalam teori, baru dalam prakteknya kelihatan sendiri. Semua orang bisa bicara tentang akhlak yang baik, tapi dalam prakteknya akan terlihat aslinya.

Yang penting bukannya orang menganggap baik, kemudian orang senang mendengarkan akhlak yang baik, tapi yang paling penting adalah perubahan dan ada akhlak yang berubah.

Orang yang halus atau orang yang lembut bukanlah orang yang lembut hanya saat senang, tapi juga pada saat marah dia dapat bersifat lembut. Yang namanya akhlak bukan hanya kita dapat tersenyum kepada saudara kita pada saat bersama teman-teman kita, bersama orang-orang yang duduk di majlis bersama kita, tetapi akhlak adalah yang dapat kita bawa dalam setiap keadaan dan pada setiap tempat.

Alloh Subhanallohu wa Ta’ala mensifati Dzat-Nya dengan sifat ????? al 'afuu (Yang Maha Mengampuni). Sifat ini adalah salah satu sifat yang sangat agung dan mulia. Maksud sifat Alloh Subhanallohu wa Ta’ala ????? al 'afuu adalah Alloh Subhanallohu wa Ta’ala membiarkan hamba-Nya, mengampuni hamba-Nya yang berbuat kesalahan dan tidak memberikan adzab kepada hamba-Nya secara langsung ketika hamba-Nya durhaka kepada-Nya. Kita memohon pada Alloh Subhanallohu wa Ta’ala agar Dia menaungi kita semua dengan segala ampunan-Nya dan dengan segala kemurahannya.

Ketika kita mendengar beberapa sifat ini yang manjadi pertanyaan pada diri kita adalah apakah kita punya sifat-sifat ini? Atau kita termasuk orang yang ketika melihat ini ternyata akhlak tersebut banyak melekat dalam diri kita sehingga ketika kita berurusan dengan orang lain kita sampai bermusuhan dan kita membuat hitung-hitungan dengan mereka.

Banyak diantara kita yang masih rancu untuk mebedakan antara membela diri sendiri dan membela agama. Kadang-kadang dia balas dendam kepada orang lain akan tetapi dia mengatasnamakan agama, mengatasnamakan aqidah, mengatasnamakan keimanan, yang sebenarnya dia membela diri sendiri, dan untuk memuaskan hawa nafsunya, akan tetapi dia merasa membela Alloh Tabaraka Wa Ta'ala. Ada juga yang mengatasnamakan 'izzah (kemuliaan jiwa). Mungkin dia mau menunjukkan bahwa orang mukmin adalah orang yang memiliki 'izzah, kerena sesungguhnya 'izzah itu milik Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, milik rasul-Nya, dan milik orang-orang yang beriman. Namun, dalam prakteknya kadang-kadang dia membalas dendam dan tidak terima dengan semua ejekan atau semua yang menjatuhkan harga dirinya, yang sebenarnya bukan atas nama kemuliaan sebagai seorang mukmin tapi karena dia tidak rela namanya disinggung kemudian diejek oleh orang lain.

Banyak orang yang rancu atau mencampur adukkan antara dia mempertahankan dirinya sendiri atau hawa nafsunya, mempertahankan agama, kemuliaan sebagai seorang mukmin atau kemuliaan pribadinya. Sehingga apabila dia marah, apabila dia membalas, dia mengira bahwa ini dalam rangka betul-betul mempertahankan jati dirinya sebagai seorang muslim. Padahal dia sebetulnya mempertahankan hawa nafsunya. Ia beralasan dengan firman Alloh Azza Wa Jalla, yang artinya: "Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri." (QS.As-Syura: 39).

Padahal sudah ma'lum (diketahui) bahwa ayat ini dan ayat-ayat lain yang semisal dengannya menjelaskan tentang keutamaan sikap 'afuu, sikap pemaaf kepada orang yang menyakiti dan merendahkan kita. Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artuinya: "Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka orang-orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang amat setia".(QS. Fushilat: 34).

Akan tetapi, tiada yang sangup atau diberikan sifat tersebut kecuali orang-orang yang sabar. Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar". (QS. Fushilat:35).

Akan tetapi, kemudian datanglah syaitan mendorongnya untuk membela dirinya dan beranggapan jika dia tidak melakukan pembelaan ini dianggap lemah, manusia akan mencelanya dengan mengatakan 'lemah' atau 'kurang.' Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".(QS. Fushilat:36).

Berapa banyak orang-orang yang lupa bahwa Alloh Subhanallohu wa Ta’ala mensifati diri-Nya dengan sifat ini serta memberikan pujian bagi orang-orang yang mau melakukannya. Wallahu A'lam (Bersambung ke Artikel Kisah Nyata Orang Yang Memiliki Jiwa Besar)

01:03 Posted in PENGISIAN | Permalink | Comments (0)

The comments are closed.