18 May 2006
Disebalik tirai besi
Di tengah malam buta, tatkala para insan asyik dibuai mimpi, suamiku pamit untuk pergi menuju suatu kota. Malam ini ada pertemuan penting ikhwan, katanya. Kuhantar kepergian mujahidku dengan senyum dan untaian do'a. "Jaga amanah kepergianku ini dik, dan jaga pula calun mujahid kita". Ucapnya seraya membelai perutku yang mulai besar.
Adzan subuh baru saja berkumandang ketika rumahku digeledah tentera rejim 'Gamal Abdel Naser'. Thagut itu memporak-porandakan kamar kerja suamiku dan mengambil dokumen dokumen penting milik ikhwan. Penjahat-penjahat berwajah buruk itu membelenggu dua tanganku dengan rantai besi. "Hai Sumayyah, ke mana suamimu pergi.... ?" Herdik salah seorang tentera itu. "Kerja over time!!" Jawabku ketus. "Bohong kau....!! hardik tentera itu sembari melayangkan tendangan ke perutku. Duh ....Robbana.... betapa sakitnya perutku. Janin di tubuhku yang berusia tujuh bulan, seakan-akan hendak keluar sebelum masanya. Mataku mendadak jadi berkunang-kunang, kepalaku serasa berputar. Selanjutnya tak tahu lagi apa yang mereka perbuat pada diriku.
Ketika sedar, aku sudah berada di kamar tahanan yang pengap dan berbau busuk. Rupanya kamar ini memang tak pernah dibersihkan, hingga baunya begitu menusuk hidung. Waktu terus berlalu. Tak terasa aku mendekam di dalam neraka ini telah beberapa hari. Tengah kurebahkan diri ke dinding kamar, tiba-tiba seorang penjaga penjara menghampiri. Dia membawa piring usang dan segelas air. Ya, aku tahu betul dalam piring itu ada 'menu makanan' yang menjijikkan untukku. Sepotong roti kering yang diolesi - maaf - kotoran manusia serta disiram sayuran basi. Jangankan untuk memakannya, menciumnya saja aku sudah muntah. Sudah seminggu makanan itu mereka berikan kepadaku, namun sedikitpun belum pernah kusentuh. Kondisi badanku semakin melemah, akupun akhirnya mulai sakit-sakitan.
Kelakuan para thogut biadab itu rupanya tak puas sampai di situ, setiap pagi dan petang aku disoalsiasatnya habis-habisan. Manakala mulutku membisu, sebagai balasannya mereka menginjak-injak perutku yang berisi janin ini, tanpa perasaan. Walau rasa sakit sudah tiada terperikan aku harus tetap menjaga amanah tentang kepergian suamiku, aku tak boleh menjadi 'pembelot' dalam jalan dakwah. Allah telah menggariskan hal ini dalam kitab-Nya yang mulia:
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu khianat terhadap Allah dan Rasul-Nya. Dan jangan pula khianat terhadap apa-apa (barang-barang) yang diamanatkan kapadamu. Sedang kamu mengetahui." (QS. 8:27).
Malam ini, suasana penjara yang hening mendadak ramai oleh suara anjing menyalak. Perlahan namun pasti suara itu semakin mendekat ke arahku. Tak lama kemudian terdengar suara seseorang berkata, "Hai Hitam! beri pelajaran pada wanita ini agar dia buka mulut!!". Si Hitam, anjing herder berbadan tinggi gemuk itu, segera dimasukkan ke selku. Mata binatang itu amat liar dan tak bersahabat lidahnya yang merah dijulurkannya panjang-panjang. Lalu herder itu berputar-putar mengelilingiku sambil menyalak hebat. Makhluk itu benar-benar siap merobek-robek tubuhku. Hatiku menjadi ciut dibuatnya.
Alhamdulillah, aku segera teringat suatu kisah di zaman Rasul. ketika itu suatu kampung gempar kerana kedatangan seekor harimau buas. Semua penduduk lantas beramai-ramai pergi meninggalkan kampung. Ketika mereka dalam ketakutan, tiba-tiba muncul sahabat. Beliau pun bertanya, kenapa kalian lari meninggalkan kampung...? Mereka serempak menjawab bahawa kampung mereka kedatangan harimau buas. Mendengar jawaban itu sahabat berkata, Barangsiapa hanya takut pada Allah, maka akan Allah jadikan semua makhluk yang ada di muka bumi ini menjadi takut padanya. Barang siapa takut kepada selain Allah maka akan Allah menjadikannya takut pada semua makhluk yang ada di bumi. (AI-Hadits).
Sahabat itu pun lantas pergi menemui sang raja hutan, dan benar saja ketika bertemu dengan sahabat, raja hutan tersebut menundukkan kepala. Kemudian binatang itu meninggalkan kampung.
Keberanianku segera muncul. Kutatap herder itu dengan tatapan penuh keberanian. Aku menyapa Si Hitam: "Selamat datang wahai hamba Allah, apakah kamu sedang bertasbih pada Rabb-mu...? Demi Allah aku tidak takut padamu. Aku hanya takut kepada Allah, Rabbku dan Rabbmu". Subhanallah,.... setelah mendengar ucapanku, herder itu segera berhenti menyalak. Mata garangnya mendadak meredup dan sendu. Sebagai tanda syukurku kerana binatang itu menjadi jinak, segera kulabuhkan wajah ke lantai penjara untuk sujud syukur. Ketika terbangun betapa aku terkejut kerana kulihat Si Hitam pun tengah tersungkur sujud pula. Perlahan... lantas kepalanya terangkat, dua kaki depan binatang itu kemudian diangkat ke atas seolah olah rnemanjatkan do'a. Aku semakin heran dan terpana ketika melihat tetesan berjatuhan dari kelopak mata si Hitam, Robbana...... binatang itu benar-benar tengah menangis. Gumamku dalam hati.
Keesokan harinya, seorang tentera memeriksa ke selku. Betapa terkejutnya setan itu ketika tahu tubuhku masih utuh. Manusia jelek itu lantas menjadi murka, Hai Hitam kamu sekarang menjadi dungut ! Kenapa tidak kau jalankan tugasmu dengan baik....? Umpatnya geram. Laki-1aki itu kemudian mengeluarkan cambuk dan sakunya, lalu dicambukknya Si Hitam habis-habisan hingga anjing itu mengeluarkan darah. Sedang aku hanya dapat menggigit bibir menyaksikan tetesan darah Si Hitam yang menciprat memenuhi ruangan sel.
Setelah puas menyiksa sang herder, laki-laki itu lantas beralih ke arahku. Manusia itu kemudian menyeret tubuhku yang lunglai pada suatu ruangan yang berbau amis darah. Di sana kudapati teman-teman karib suamiku, Daud, Ahmad, dan Abdullah. Tiga ikhwan itu tengah disiksa dengan disuruh berjalan di atas pedang tajam berkilat. Karuan saja darah segarpun mengucur deras dari telapak-telapak kaki mereka. Di tengah penyiksaan para thagut durjana itu, masih sempat kudengar mereka mendesahkan Hasbunallah wani'mal wakil..." . " Hai Sumaiyyah... besok kau akan disiksa seperti mereka, jika kau tetap tak mau mengatakan kemana perginya suamimu!!" Laungan suara manusia jelek itu tiba-tiba mengejutkanku.
Tangis merdu seorang bocah yang baru hadir ke dunia memecah senyapnya bangunan tua penjara. Seorang penjaga penjara yang menjaga selku mendadak terjaga dari tidurnya. Kemudian laki-laki itu membuka pintu sel kamarku. Perlahan ia berjalan mendekat ke arah bayiku yang tengah menangis keras. Tangannya yang kekar dijulurkannya ke leher anakku, seakan-akan hendak mencengkeram dan melumat tubuh tak berdosa itu.
Belum sempat tangan itu menyentuh tubuh anakku, tiba-tiba Si Hitam menggigit dan mencakarnya. Lelaki itu kewalahan, lalu terguling, di lantai. Menyaksikan penjaga penjara yang tak berdaya ditarkam Si Hitam, tenagaku yang telah lemah mendadak menjadi kuat. Semangatku untuk kabur dari penjara semakin menyala-nyala. Tanpa pikir panjang lagi segera kuraih anakku, dan kudekap ia dalam selimut jilbabku yang panjang. Aku berlari menyusuri lorung lorung penjara yang panjang dan gelap. Dan akhirnya aku berhasil keluar dan rumah penjara. Kini dapat kuhirup kambali udara Mesir yang dingin.
Dalam remangnya malam, kulihat wajah mungil dalam dekapanku membuka mata perlahan- perlahan. Kutatap ia dengan sejuta sayang seraya berucap, 'Salamat datang wahai jundullah kecil, engkau terlahir di kandang thogut. Mudah-mudahan suatu ketika engkau dapat menumpas para thogut durjana itu. Insya Allah ummi akan menjadikan rumah kita sebagai kandang bagi singa-singa Allah. bukannya kandang bagi ayam-aysm yang mudah disembelih oleh para thogut"
Wallahu Alam bissawab.
Cerita seorang al-Akh murid Mohammad Outb ketika sang ustadz menceritakan pengalaman beliau di penjara bersama seekor anjing.
06:00 | Permalink